Jumat, 30 Juni 2023

MENGENAL KH. HASYIM ASY'ARI (PAHLAWAN NASIONAL DAN PENDIRI NU)

 Yuk Kita Mengenal Sosok Pahlawan Nasional KH. Hasyim Asy'ari

Tujuan Pembelajaran:
  1. Peserta didik dapat menemukenali profil tokoh-tokoh Islam penggerak kebangkitan nasional beserta organisasi yang didirikan dengan benar/jelas. 
  2. Peserta didik dapat mengambil hikmah (ibrah/i’tibar) keteladanan dari tokoh-tokoh penggerak kemerdekaan dengan benar/jelas. 
Siapa Beliau, Bagaimana Profil Beliau,
Apa Kiprah Beliau dalam Pergerakan Kebangkitan Nasional
dalam Mewujudkan Kemerdekaan Indonesia, silahkan baca tulisan di bawah ini.

Syekh Hasyim Asy’ari adalah seorang pahlawan nasional dan pendiri Nahdlatul Ulama (NU) yang dihormati oleh masyarakat Indonesia. Semasa hidupnya ia telah banyak memberikan kontribusi untuk bangsa yang patut diteladani oleh generasi masa kini.

 

Kiprah Hasyim Asy’ari tidak hanya dalam pesantren, ia juga mempunyai peran yang penting dalam kemerdekaan Indonesia. Beliau mengawal Indonesia sampai merdeka. Salah satu gerakan yang terkenal adalah resolusi jihad yang terjadi pada 21-22 Oktober 1945. Peristiwa tersebut merupakan perlawanan santri terhadap kolonial.

 

Resolusi Jihad sebagai pengobar semangat para ulama dan santri yang tergabung dalam laskar Hizbullah dan Sabilillah dalam melakukan perlawanan terhadap penjajah. Selain itu juga mendesak pemerintah agar segera menentukan sikap melawan kekuatan asing yang ingin menggagalkan kemerdekaan. Surabaya menjadi medan pertempuran antara laskar Hizbullah dan sekutu. Berbekal fatwa Jihad yang diteguhkan dalam resolusi Jihad yang isinya menyerukan kepada seluruh elemen bangsa khususnya umat Islam untuk membela NKRI. Pertempuran 10 Nopember 1945 laskar ulama dan santri menjadi garda terdepan dalam pertempuran.


BIOGRAFI SINGKAT KH. HASYIM ASY'ARI

K.H. Muhammad Hasyim Asy'ari lahir pada hari Selasa 24 Dzulqa'dah 1287 H atau pada tanggal 14 Februari 1871 M, di Gedang, Jombang, Jawa Timur. Beliau merupakan putra ketiga dari sebelas bersaudara. Ayahnya bernama Kiai Asy'ari berasal dari Demak, dan ibunya bernama Halimah yang merupakan putri Kiai Usman. Ayahnya merupakan pendiri Pesantren Keras di Jombang, sedangkan kakeknya, Kiai Usman, merupakan seorang kiai terkenal yang memimpin dan mengasuh Pesantren Gedang. K.H. Hasyim Asy'ari memiliki sepuluh saudara, yaitu Nafi'ah, Ahmad Shaleh, Radjah, Hasan, Anis, Fathanah, Maimunah, Maksum, Nahrawi, dan Adnan.

K.H. Hasyim Asy'ari merupakan campuran dua darah atau trah, yaitu darah biru (ningrat, priyayi, keraton), dan darah putih (kalangan tokoh agama, kiai, santri). Asal-usul dan keturunannya tidak dapat dipisahkan dari riwayat dua kerajaan, yaitu Kerajaan Majapahit dan Kerajaan Islam Demak. Nasabnya dari pihak ayah, yaitu Muhammad Hasyim Asy'ari bin Asy'ari bin Abdul Wahid bin Abdul Halim (memiliki gelar pangeran Bona) bin Abdurrohman (dikenal dengan Jaka Tingkir Sultan Hadiwijoyo) bin Abdullah bin Abdul Aziz bin Abdul Fatih bin Maulana Ishaq (ayah Raden Ainul Yaqin yang dikenal dengan Sunan Giri). Sedangkan nasabnya dari pihak ibu, yaitu Muhammad Hasyim Asy'ari bin Halimah binti Layyinah binti Sichah bin Abdul Jabbar bin Ahmad bin Pangeran Sambo bin Pangeran Banawa bin Jaka Tingkir (Mas Karebet) bin Prabu Brawijaya VI (Lembu Peteng) Raja Majapahit terakhir.

Tanda-tanda kebesaran K.H. Hasyim Asy'ari sudah terlihat sejak beliau masih berada dalam kandungan. Beliau berada dalam kandungan ibunya selama 14 bulan. Menurut pandangan masyarakat Jawa, kehamilan yang sangat panjang merupakan pertanda kecemerlangan sang bayi di masa depan. Pada masa awal kandungannya, ibunya bermimpi melihat bulan purnama yang jatuh dari langit dan tepat menimpa perutnya.

Sifat kepemimpinan dan kecerdasan K.H. Hasyim Asy'ari sudah terlihat sejak beliau masih kecil. Ketika bermain, jika beliau melihat teman-temannya melanggar aturan, maka beliau akan menegur mereka dengan kata-kata yang lembut dan tidak menyakiti hati. Sehingga orang yang melakukan kesalahan tidak akan merasa tersudutkan, justru timbul kesadaran dalam dirinya mereka untuk memperbaiki kesalahannya. Hal inilah yang membuat beliau disukai oleh teman-temannya.

Sejak masih kecil, K.H. Hasyim Asy'ari telah mengenyam pendidikan pesantren, beliau mendapatkan pendidikan langsung dari ayah dan kakeknya (kiai Usman). Beliau merupakan anak yang cerdas, mudah dalam menyerap dan menghafalkan ilmu yang diberikan. Sehingga pada usia 13-14 tahun, beliau diberi kepercayaan oleh ayahnya untuk membantu mengajar di pesantren. K.H. Hasyim asy'ari dikenal tidak pernah merasa puas dalam hal mencari ilmu. Beliau sering berpindah-pindah dari satu guru ke guru yang lainnya untuk mendapatkan ilmu sebanyak-banyaknya. Ketika berusia 15 tahun, beliau mulai berkeinginan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan dari luar pesantren ayahnya, sehingga beliau mulai berkelana dari satu pesantren ke pesantren yang lainnya. Mulai dari menjadi santri di Pesantren Wonokoyo (Probolinggo), Pesantren Langitan (Tuban), sampai Pesantren Trenggilis (Semarang). Merasa belum puas dengan ilmu yang didapatnya, beliau kembali menjadi santri di Pesantren Kademangan (Bangkalan) yang diasuh oleh Kiai Kholil. Tidak lama berada di sana, beliau pindah lagi ke Pesantren Siwalan (Sidoarjo) yang diasuh oleh Kiai Ya'qub. Dari sekian banyak pondok pesantren, di pesantren inilah beliau menjadi santri cukup lama, yaitu lima tahun. Tidak hanya mendapatkan ilmu, beliau juga dijadikan menantu oleh Kiai Ya'qub yang merasa kagum akan kecerdasan dan kealiman beliau.

Setelah menikah dengan putri Kiai Ya'qub, K.H. Hasyim Asy'ari melaksanakan haji ke Makkah bersama dengan istrinya. Di sana beliau juga belajar Ilmu Hadis pada Syekh Ahmad Khatib Minangkabau, yang merupakan ulama dan guru besar terkenal di Makkah, dan merupakan salah satu imam di Masjidil Haram untuk penganut Madzhab Syafi'i.

Pada tahun 1893, K.H. Hasyim Asy'ari kembali melaksanakan ibadah haji untuk kedua kalinya, beliau berangkat bersama dengan adiknya yang bernama Anis. Sejak saat itu beliau menetap di sana untuk melanjutkan pendidikannya. Beliau belajar di bawah bimbingan Syekh Mahfud alTarmasy, yang merupakan putra Kiai Abdullah pemimpin Pesantren Tremas, Pacitan, Jawa Timur. Dari Syekh Mahfud al-Tarmasy ini beliau mendapatkan ijazah untuk mengajarkan hadis Shahih al-Bukhari.

Selain kedua guru tersebut, K.H. A. Aziz Masyhuri dalam bukunya, 99 Kiai Karismatik Indonesia, menyebutkan bahwa K.H. Hasyim Asy'ari juga pernah berguru kepada Syekh Ahmad Amin al-Attar, Sayyid Sulthan bin Hasyim, Sayyid Ahmad Zawawy, Syekh Ibrahim Arab, Syekh Said Yamani, Sayyid Huseini al-Habsy, Sayyid Bakar Syatha, Syekh Rahmatullah, Sayyid Alawi bin Ahmad al-Saqqaf, Sayyid Abbas Maliky, Sayyid Abdullah al-Zawawy, Syekh Shaleh Bafadol, dan Syekh Sulthan Hasyim Daghastani. Selama berada di Makkah, beliau juga rajin menghadiri majelis pengajaran al-Haram al-Syarif dan pengajian al-„Allamah Sayyid Alawi bin Ahmad al-Saqqaf dan Sayyid Huseini al-Habsy al-Mufti.

Setelah menetap kurang lebih 7 tahun di Makkah, K.H. Hasyim Asy'ari kembali pulang ke Indonesia.15 Beliau kemudian mengajar di pondok pesantren milik kakeknya, yaitu Kiai Usman, sebelum akhirnya mendirikan Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur. 16 Pesantren ini mulai didirikan pada tanggal 26 Rabi'ul Awwal tahun 1317 H atau 3 Agustus tahun 1899 M, tepatnya di Dusun Tebuireng, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang. Pada awal didirikannya, pesantren ini terdiri dari dua bangunan kecil yang luasnya kurang lebih 6x8 meter, dindingnya terbuat dari anyaman bambu. Satu bangunan yang berada di depan digunakan untuk kegiatan mengajar, pengajian dan sholat berjamaah, sementara bagian belakang digunakan sebagai tempat tinggal K.H. Hasyim Asy'ari bersama dengan istrinya, Khadijah. Pada saat itu, jumlah santri di Pesantren Tebuireng hanya 8 orang, dan bertambah menjadi 28 orang setelah tiga bulan kemudian.

Sebagai pemimpin di Pesantren Tebuireng, K.H. Hasyim Asy'ari melakukan beberapa pembaharuan dalam sistem dan kurikulum belajar. Jika sejak berdirinya, sistem pengajaran di Pesantren Tebuireng menggunakan metode sorogan dan bandongan, maka pada tahun 1916-1919 mulai dikenalkan sistem madrasah dan dimasukkan pendidikan umum (seperti Matematika, Bahasa Melayu, dan Ilmu Bumi) di samping pendidikan agama ke dalam kurikulum madrasah. Kemudian pada tahun 1926, ditambah dengan pelajaran Bahasa Belanda dan Sejarah Indonesia, yang diperkenalkan oleh keponakan K.H. Hasyim Asy'ari, yaitu Kiai Ilyas. Selain itu, setelah tahun 1916, Pesantren Tebuireng juga mulai menerapkan metode musyawarah dalam sistem pendidikannya. Hal ini bertujuan untuk memperdalam pengetahuan, mengembangkan kreativitas serta menumbuhkan sikap kritis para santri. Mereka diberikan kebebasan dalam berargumen dan berdebat mengenai suatu permasalahan, dengan rujukan dari berbagai sumber.

Pada tanggal 16 Rajab 1344 H atau 31 Januari 1926 M, K.H. Hasyim Asy'ari bersama K.H. Wahab Hasbullah serta beberapa ulama berpengaruh lainnya, mendirikan Organisasi Islam yang dikenal dengan Nahdhatul Ulama (NU). Selain itu, K.H. Hasyim Asy‟ari juga menyatukan umat Islam yang sebelumnya terpecah-pecah menjadi banyak organisasi dan perkumpulan ke dalam satu wadah,22 yaitu MIAI (Majelis Islam A‟la Indonesia) pada tanggal 23 September 1937.

K.H. Hasyim Asy'ari wafat di Jombang, pada tanggal 7 Ramadhan 1366 H atau 25 Juli 1947 M, karena tekanan darah tinggi. Demikianlah riwayat hidup K.H. Hasyim Asy'ari, hampir seluruh waktu beliau digunakan untuk kepentingan agama dan pendidikan.

Sumber tulisan:
Samsul Arifin. SKI Kelas XII, Jakarta: Direktorat KSKK Madrasah,  Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI, Cet. 1, 2020, hal. 79-82.

Untuk memperdalam pengetahuan Bapak/Ibu dan Peserta Didik sekalian,
silahkan baca buku tersebut di bawah ini dengan mengklik UNDUH.

0 comments:

Posting Komentar

Terima kasih atas komentar yang anda sampaikan, akan kami pelajari dan konfirmasi selanjutnya.