Yuk Kita Mengenal Sosok Pahlawan Nasional KH. Ahmad Dahlan
Tujuan Pembelajaran:
- Peserta didik dapat menemukenali profil tokoh-tokoh Islam penggerak kebangkitan nasional beserta organisasi yang didirikan dengan benar/jelas.
- Peserta didik dapat mengambil hikmah (ibrah/i’tibar) keteladanan dari tokoh-tokoh penggerak kemerdekaan dengan benar/jelas.
Siapa Beliau, Bagaimana Profil Beliau,
Apa Kiprah Beliau dalam Pergerakan Kebangkitan Nasional
dalam Mewujudkan Kemerdekaan Indonesia, silahkan baca tulisan di bawah ini.
KH Ahmad Dahlan merupakan anak keempat dari tujuh bersaudara. Dalam silsilah keluarga, ia termasuk keturunan kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, seorang wali besar dan terkemuka di antara Wali Sanga/Songo, pelopor pertama penyebaran Islam dan pengembangan Islam di Tanah Jawa.
KH. Ahmad Dahlan telah mempelopori kebangkitan ummat Islam untuk menyadari nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan berbuat; Dengan organisasi Muhammadiyah yang didirikannya, telah banyak memberikan ajaran Islam yang murni kepada bangsa dan Umat Islam Indonesia.
KH Ahmad Dahlan adalah salah satu pahlawan nasional yang memiliki jasa-jasa. Salah satunya adalah ia berjasa dalam membangkitkan kesadaran masyarakat Indonesia melalui gagasannya mengenai pembaharuan Islam serta pendidikan.
Pada 18 November 1912, KH Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah di Jogja. Sebelumnya, pada tahun 1911 KH Ahmad Dahlan mendirikan sekolah Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah. Sekolah ini tidak saja diberikan pelajaran mengaji Al-Quran, tetapi juga ilmu hitung, ilmu bumi, ilmu hayat, dan sebagainya. Madrasah ini dapat dikatakan sebagai sekolah modern, menggabungkan pendidikan tradisional dan pendidikan umum.
BIOGRAFI SINGKAT KH. AHMAD DAHLAN
Lahir di Yogyakarta, 1 Agustus 1868 dan meninggal di
Yogyakarta, 23 Februari 1923 pada umur 54 tahun)
adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia. Dia
adalah putra keempat dari tujuh bersaudara dari
keluarga K.H. Abu Bakar. KH Abu Bakar adalah
seorang ulama dan khatib terkemuka di Masjid Besar
Kasultanan Yogyakarta pada masa itu, dan ibu dari
K.H. Ahmad Dahlan adalah puteri dari H. Ibrahim yang
juga menjabat penghulu Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat pada masa itu.
Nama kecil K.H. Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwisy. Dia
merupakan anak keempat dari tujuh orang bersaudara yang keseluruhan
saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya. Dia termasuk keturunan yang
kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, salah seorang yang terkemuka di antara
Walisanga, yaitu pelopor penyebaran agama Islam di Jawa. Silsilahnya tersebut
ialah Maulana Malik Ibrahim, Maulana Ishaq, Maulana 'Ainul Yaqin, Maulana
Muhammad Fadlullah (Sunan Prapen), Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig
(Djatinom), Demang Djurung Djuru Sapisan, Demang Djurung Djuru Kapindo,
kiai Ilyas, kiai Murtadla, KH. Muhammad Sulaiman, K.H. Abu Bakar, dan
Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan).
Pada umur 15 tahun, dia pergi haji dan tinggal di Mekah selama lima tahun.
Pada periode ini, Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran
pembaharu dalam Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridhadan Ibnu Taimiyah. Ketika pulang kembali ke kampungnya tahun 1888, ia
berganti nama menjadi Ahmad Dahlan. Pada tahun 1903, ia bertolak kembali ke
Mekah dan menetap selama dua tahun. Pada masa ini, dia sempat berguru kepada
Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada
tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman, Yogyakarta.
Pada tahun 1912, Ahmad Dahlan pun mendirikan organisasi
Muhammadiyah untuk melaksanakan cita-cita pembaharuan Islam di bumi
Nusantara. Ahmad Dahlan ingin mengadakan suatu pembaharuan dalam cara
berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. Dia ingin mengajak umat
Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan al-Qur'an dan al-Hadits.
Perkumpulan ini berdiri bertepatan pada tanggal 18 November 1912. Dan sejak
awal Ahmad Dahlan telah menetapkan bahwa Muhammadiyah bukan organisasi
politik tetapi bersifat sosial dan bergerak di bidang pendidikan.
Pada tanggal 20 Desember 1912, Ahmad Dahlan mengajukan permohonan
kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk mendapatkan badan hukum.
Permohonan itu baru dikabulkan pada tahun 1914, dengan Surat Ketetapan
Pemerintah No. 81 tanggal 22 Agustus 1914. Izin itu hanya berlaku untuk daerah
Yogyakarta dan organisasi ini hanya boleh bergerak di daerah Yogyakarta. Dari
Pemerintah Hindia Belanda timbul kekhawatiran akan perkembangan organisasi
ini. Maka dari itu kegiatannya dibatasi. Walaupun Muhammadiyah dibatasi, tetapi
di daerah lain seperti Srandakan, Wonosari, Imogiri dan lain-Iain telah berdiri
cabang Muhammadiyah. Hal ini jelas bertentangan dengan keinginan pemerintah
Hindia Belanda. Untuk mengatasinya, maka KH. Ahmad Dahlan menyiasatinya
dengan menganjurkan agar cabang Muhammadiyah di luar Yogyakarta memakai
nama lain. Misalnya Nurul Islam di Pekalongan, Al-Munir di Ujung Pandang,
Ahmadiyah di Garut. Sedangkan di Solo berdiri perkumpulan Sidiq Amanah
Tabligh Fathonah (SATF) yang mendapat pimpinan dari cabang Muhammadiyah.
Bahkan dalam kota Yogyakarta sendiri ia menganjurkan adanya jama'ah dan
perkumpulan untuk mengadakan pengajian dan menjalankan kepentingan Islam.
Gagasan pembaharuan Muhammadiyah disebarluaskan oleh Ahmad Dahlan
dengan mengadakan tabligh ke berbagai kota, di samping juga melalui relasirelasi dagang yang dimilikinya. Gagasan ini ternyata mendapatkan sambutan yang
besar dari masyarakat di berbagai kota di Indonesia. Ulama-ulama dari berbagai
daerah lain berdatangan kepadanya untuk menyatakan dukungan terhadap Muhammadiyah. Muhammadiyah makin lama makin berkembang hampir di
seluruh Indonesia. Oleh karena itu, pada tanggal 7 Mei 1921 Dahlan mengajukan
permohonan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan cabang-cabang
Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Permohonan ini dikabulkan oleh
pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 2 September 1921.
Atas jasa-jasa K.H. Ahmad Dahlan dalam membangkitkan kesadaran
bangsa Indonesia melalui pembaharuan Islam dan pendidikan, maka Pemerintah
Republik Indonesia menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional dengan surat
Keputusan Presiden No. 657 tahun 1961. Dasar-dasar penetapan itu ialah sebagai
berikut: KH. Ahmad Dahlan telah mempelopori kebangkitan ummat Islam untuk
menyadari nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan
berbuat; Dengan organisasi Muhammadiyah yang didirikannya, telah banyak
memberikan ajaran Islam yang murni kepada bangsanya. Ajaran yang menuntut
kemajuan, kecerdasan, dan beramal bagi masyarakat dan umat, dengan dasar iman
dan Islam dengan organisasinya, Muhammadiyah telah mempelopori amal usaha
sosial dan pendidikan yang amat diperlukan bagi kebangkitan dan kemajuan
bangsa, dengan jiwa ajaran Islam dan dengan organisasinya, Muhammadiyah
bagian wanita (Aisyiyah) telah mempelopori kebangkitan wanita Indonesia untuk
mengecap pendidikan dan berfungsi sosial, setingkat dengan kaum pria.
Sumber tulisan:
Samsul Arifin. SKI Kelas XII, Jakarta: Direktorat KSKK Madrasah, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI, Cet. 1, 2020, hal. 77-79.
Untuk memperdalam pengetahuan Bapak/Ibu dan Peserta Didik sekalian,
silahkan baca buku tersebut di bawah ini dengan mengklik Download
0 comments:
Posting Komentar
Terima kasih atas komentar yang anda sampaikan, akan kami pelajari dan konfirmasi selanjutnya.